PETIYINTUNGGAL-SHARE

salam sejahtera oleh petiyintunggal community group

Rabu, 16 Mei 2012

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HADIS DIMASA SAHABAT TABI’IN




A.    HADIS PADA MASA SAHABAT
            Membicarakan hadis pada masa sahabat, berarti membicarakan hadis pada masa periode kedua, setelah masa perkembangan hadis pada zaman rosullullah. Periode kedua sejarah perkembangan hadis adalah masa sahabat khususnya masa khulafa’ar-rasyidin (Abu Bakar, Umar Bin Al-Khottab, Usman Bin Affan, Dan Ali Bin Abi Tholib) masa in terhitung sejak tahun 11 H sampai dengan 40 H, yang disebut juga dengan masa sahabat besar. Pada masa sahabat besar ini, perhatian mereka masih terfokus kepada pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an, dengan demikian maka periwayatan hadis belum begitu berkembang. Bahkan mereka berusaha membatasi periwayatan hadis tersebut. Oleh karena itu, masa ini oleh para ulama’ dianggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan atau memperketat periwayatan (At-Tatsabut wa Al-Iqlal min Ar-Riwayah).[1]
Pemeliharaan Amanah Rosullullah
            Pada masa menjelang akhir kerosulannya, Rosul SAW. Berpesan kepada para sahabat agar berpegang kepada Al-Qur’an dan hadis. Serta mengajarkannya kepada orang lain sebagaimana sabdanya:


“telah aku tinggalkan untuk kalian 2 macam yang tidak akan sesat setelah berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunahku (Al-Hadis). Dan sabdanya pula:

“sampaikanlah dariku walau satu ayat/satu hdis”
            siapa saja yang berpegang pada keduanya (Al-Qur’an dan Al-Hadis) secara bersama-sama,[2] ia mendapat jaminan Rosul SAW tidak akan hidup tersesat, baik di dunia maupun di akhirat.
Kehati-Hatian Para Sahabat Dalam Menerima Dan Meriwayatkan Hadis
            Setelah Rosul SAW wafat. Perhatian para sahabat terfokus pada usaha penyebaran luasan dan memelihara Al-Qur’an, meskipun perhatian mereka terpusat kepada upayah pemeliharaan dan penyebaran Al-Qu r’an, akan tetapi tidak berarti mereka melakukan dan tidak menaruh perhatian terhadap hadis, mereka memegang hadis sebagai amanah Rosul SAW sebagaimana halnya yang di dalam meriwayatkan mereka sangat berhati-hati dan membatasi diri, kehati-hatian dan usaha membatasi periwayatan yang dilakukan para sahabat disebabkan karena mereka takut terjadi kekeliruan yang mereka sadari bahwa hadis merupakan sumber ajaran setelah Al-Qur’an.
§  Khalifah pertama yang menunjukkan perhatian yang serius dalam memelihara hadis adalah Abu Bakar. Menurut Adz-Dzahabi, abu bakar adalah sahabat yang pertama kali menerima hadis-hadis Rosul SAW. Setelah Rosul SAW wafat. Abu Bakar pernah mengumpulkan para sahabat, kepada mereka ia berkata “kalian meriwayatkan hadis-hadis Rosul SAW yang diperselisihkan orang-orang, padahal orang-orang setelah kalian akan lebih banyak berselisih karenanya. Maka janganlah kalian meriwayatkan hadis tersebut.
§  Sikap kehati-hatian juga dianjurkan oleh Umar Ibnu Khotib. Sikap kedua sahabat itu juga diikuti oleh Usman dan Ali pada masa ini belum ada usaha resmi untuk menghimpun hadis dalam suatu kitab. Seperti halnya Al-Qur’an, hal ini disebabkan, antara lain:
-          Agar tidak memalingkan perhatian umat Islam, dalam mempelajari Al-Qur’an bahwa para sahabat yang banyak menerima hadis dari Rosul SAW. Sudah tersebar keberbagai daerah kekuasaan Islam, dengan kesibukan masing-masing sebagai pembina masyarakat. Sehingga dengan kondisi seperti ini, ada kesulitan mengumpulkan mereka secara lengkap
-          Bahwa soal membukukan hadis, dikalangan para sahabat sendiri terjadi perselisihan pendapat, belum lagi soal lafadz dan kesahihannya.
Periwayatan Hadis Dengan Lafaz Dan Makna
Periwayatan lafzhi
            Adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau matanya persis seperti yang diwurudkan Rosul SAW, ini hanya bisa dilakukan apabila mereka hafal benar apa yang disabdakan Rosul SAW. Menurut ‘Aljaj Al-Khottab seluruh sahabat menginginkan agar periwayatan itu dengan lafzhi bukan dengan maknawi, hingga satu huruf atau satu kata pun tidak boleh diganti periwayat hadis dengan jalan lafzhi adalah Ibnu Umar
Periwayatan Maknawi
            Adalah periwayatan hadis yang matanya tidak persis sama dengan yang didengarnya dari Rosul SAW, akan tetapi maknanya tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang dimaksud oleh Rosul SAW tanpa ada perubahan sedikit pun
            Periwayatan hadis dengan maknawi akan mengakibatkan munculnya hadis-hadis yang redaksinya antara satu hadis dengan hadis lainnya berbeda-beda. Meskipun maksud atau maknanya tetap sama. Hal ini sangat tergantung kepada para sahabat atau generasi berikutnya yang meriwayatkan hadis-hadis tersebut.
Ø  Upaya Para Ulama Men-Taufi’qkan Hadis Tentang Larangan Menulis Hadis
            Perselisihan para ulama dalam soal pembukuan hadis, berpangkal pada adanya 2 kelompok hadis. Hadis yang pertama menunjukkan adanya larangan Rosul SAW menuliskan kembali hadis yang berbunyi:


janganlah kamu sekalian menulis apa saja dariku selai Al-Qur’an. Siapa yang telah menulis dariku selain Al-Qur’an, hendaknya dihapus ceritakan apa yang diterima dariku, itu tidak mengapa. Siapa yang dengan sengaja berdusta atas namaku, ia niscaya menepati tempat duduknya dari neraca”.
            Sedangkan kelompok kedua:


tulislah! Demi zat yang dariku berada pada kekuasaannya tidak ada yang keluar dari padanya kecuali yang benar”.
            Adanya dua kelompok hadis diatas, mengundang perhatian para ulama untuk menemukan penyelesaiannya dan akhirnya mereka men-taufi’q-kan keduanya sehingga keduanya tetap digunakan.
            Menurut An-Nabawi dan As-Suyuti, bahwa larangan tersebu t dimaksudkan bagi yang kuat hafalannya, sehingga tidak ada kekhawatiran terjadinya lupa. Akan tetapi bagi orang yang khawatir lupa atau kurang ingatannya, dibolehkan mencatatnya. Menurut Ibnu Hajar All-Asqalani, larangan Rosul SAW menulis hadis adalah ketika Al-Qur’an diturunkan, ini karena ada kekhawatiran tercampurnya antara ayat Al-Qur’an dengan hadis. Kemudian larangan itu juga dimaksudkan agar penulis Al-Qur’an dan hadis tidak ditulis dalam suatu shuhuf.[3]
B.     HADIS PADA MASA TABI’IN
1.      sikap dan perhatian para tabi’in terhadap hadis
      Sebagaimana para sahabat. Para tabi’in juga cukup berhati-hati dalam periwayatan hadis. Hanya saja beban mereka tidak terlalu berat jika dibanding dengan yang dihadapi para sahabat. Pada masa ini Al-Qur’an sudah dikumpulkan dalam mushaf. Selain itu pada masa khulafa’ar-rasyidin para sahabat ahli hadis telah menyebar kebeberapa wilayah kekuasaan Islam. Maka dari itu penyebaran pada masa tabi’in disebut (intisyar Al-Riwayah Ila Al-Amshar)
2.      pusat-pusat pembinaan hadis
                  Tercatat beberapa kota sebagai tempat pembinaan dalam periwayatan hadis, sebagai tempat tujuan para tabi’in dalam mencari hadis. Kota-kota tersebut yaitu:
a.       Madinah oleh Rosul SAW
b.      Makkah oleh
-          Mu’adz Ibn Jabal
-          Haris Ibn Hisyam
-          Dan ‘Utbah Ibn Alharis
-          ‘Atab Ibn Asid
-          Utsman ibn thalbah
c.       Kuffah oleh
-          Ali Ibn Abi Tholib
-          Sa’ad Ibn Waqas
-          dan Abdilah Ibn Mas’ud
d.      Basrah oleh
-          Anas Ibn Malik
-          Abdl Ibn Abbas
e.       Syam oleh
-          Abu Ubaidah Al-Jarrah
-          Billal Ibn Rabah
f.       Mesir oleh
-          Amr Ibn Al-‘Ash
-          Uabah Binamr
g.      Maghiribi dan andalus oleh
-          Salamah Ibn Al-Akwa
-          Walid Ibn Uqbah Ibn Abu Muid
h.      Yaman oleh
-          Muadz Ibn Jabal
-          Abu Musa Al-Asy’ary
3.      perpecahan politik dan pemalsuan hadis
      Peristiwa yang menghawatirkan dalam sejarah perjalanan hadis ialah terjadinya pemalsuan hadis yang salah satu penyebaran ialah terjadinya perpecahan politik dalam pemerintahan


[1]
[2]

 

0 komentar:

Posting Komentar