A.
HADIS PADA MASA SAHABAT
Membicarakan
hadis pada masa sahabat, berarti membicarakan hadis pada masa periode kedua,
setelah masa perkembangan hadis pada zaman rosullullah. Periode kedua sejarah
perkembangan hadis adalah masa sahabat khususnya masa khulafa’ar-rasyidin (Abu
Bakar, Umar Bin Al-Khottab, Usman Bin Affan, Dan Ali Bin Abi Tholib) masa in
terhitung sejak tahun 11 H sampai dengan 40 H, yang disebut juga dengan masa
sahabat besar. Pada masa sahabat besar ini, perhatian mereka masih terfokus
kepada pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an, dengan demikian maka periwayatan
hadis belum begitu berkembang. Bahkan mereka berusaha membatasi periwayatan
hadis tersebut. Oleh karena itu, masa ini oleh para ulama’ dianggap sebagai
masa yang menunjukkan adanya pembatasan atau memperketat periwayatan
(At-Tatsabut wa Al-Iqlal min Ar-Riwayah).[1]
Pemeliharaan Amanah Rosullullah
Pada masa
menjelang akhir kerosulannya, Rosul SAW. Berpesan kepada para sahabat agar
berpegang kepada Al-Qur’an dan hadis. Serta mengajarkannya kepada orang lain
sebagaimana sabdanya:
“telah aku tinggalkan untuk kalian 2 macam yang tidak akan
sesat setelah berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunahku
(Al-Hadis). Dan sabdanya pula:
“sampaikanlah dariku walau satu ayat/satu hdis”
siapa saja
yang berpegang pada keduanya (Al-Qur’an dan Al-Hadis) secara bersama-sama,[2] ia
mendapat jaminan Rosul SAW tidak akan hidup tersesat, baik di dunia maupun di
akhirat.
Kehati-Hatian Para
Sahabat Dalam Menerima Dan Meriwayatkan Hadis
Setelah
Rosul SAW wafat. Perhatian para sahabat terfokus pada usaha penyebaran luasan
dan memelihara Al-Qur’an, meskipun perhatian mereka terpusat kepada upayah
pemeliharaan dan penyebaran Al-Qu r’an, akan tetapi tidak berarti mereka
melakukan dan tidak menaruh perhatian terhadap hadis, mereka memegang hadis
sebagai amanah Rosul SAW sebagaimana halnya yang di dalam meriwayatkan mereka
sangat berhati-hati dan membatasi diri, kehati-hatian dan usaha membatasi
periwayatan yang dilakukan para sahabat disebabkan karena mereka takut terjadi
kekeliruan yang mereka sadari bahwa hadis merupakan sumber ajaran setelah
Al-Qur’an.
§ Khalifah
pertama yang menunjukkan perhatian yang serius dalam memelihara hadis adalah
Abu Bakar. Menurut Adz-Dzahabi, abu bakar adalah sahabat yang pertama kali
menerima hadis-hadis Rosul SAW. Setelah Rosul SAW wafat. Abu Bakar pernah
mengumpulkan para sahabat, kepada mereka ia berkata “kalian meriwayatkan
hadis-hadis Rosul SAW yang diperselisihkan orang-orang, padahal orang-orang
setelah kalian akan lebih banyak berselisih karenanya. Maka janganlah kalian
meriwayatkan hadis tersebut.
§ Sikap
kehati-hatian juga dianjurkan oleh Umar Ibnu Khotib. Sikap kedua sahabat itu
juga diikuti oleh Usman dan Ali pada masa ini belum ada usaha resmi untuk
menghimpun hadis dalam suatu kitab. Seperti halnya Al-Qur’an, hal ini
disebabkan, antara lain:
-
Agar tidak memalingkan perhatian umat Islam,
dalam mempelajari Al-Qur’an bahwa para sahabat yang banyak menerima hadis dari
Rosul SAW. Sudah tersebar keberbagai daerah kekuasaan Islam, dengan kesibukan
masing-masing sebagai pembina masyarakat. Sehingga dengan kondisi seperti ini,
ada kesulitan mengumpulkan mereka secara lengkap
-
Bahwa soal membukukan hadis, dikalangan para
sahabat sendiri terjadi perselisihan pendapat, belum lagi soal lafadz dan
kesahihannya.
Periwayatan Hadis Dengan Lafaz Dan Makna
Periwayatan lafzhi
Adalah
periwayatan hadis yang redaksinya atau matanya persis seperti yang diwurudkan
Rosul SAW, ini hanya bisa dilakukan apabila mereka hafal benar apa yang
disabdakan Rosul SAW. Menurut ‘Aljaj Al-Khottab seluruh sahabat menginginkan
agar periwayatan itu dengan lafzhi bukan dengan maknawi, hingga satu huruf atau
satu kata pun tidak boleh diganti periwayat hadis dengan jalan lafzhi adalah
Ibnu Umar
Periwayatan Maknawi
Adalah
periwayatan hadis yang matanya tidak persis sama dengan yang didengarnya dari
Rosul SAW, akan tetapi maknanya tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang
dimaksud oleh Rosul SAW tanpa ada perubahan sedikit pun
Periwayatan
hadis dengan maknawi akan mengakibatkan munculnya hadis-hadis yang redaksinya
antara satu hadis dengan hadis lainnya berbeda-beda. Meskipun maksud atau
maknanya tetap sama. Hal ini sangat tergantung kepada para sahabat atau
generasi berikutnya yang meriwayatkan hadis-hadis tersebut.
Ø
Upaya Para Ulama Men-Taufi’qkan Hadis Tentang
Larangan Menulis Hadis
Perselisihan
para ulama dalam soal pembukuan hadis, berpangkal pada adanya 2 kelompok hadis.
Hadis yang pertama menunjukkan adanya larangan Rosul SAW menuliskan kembali
hadis yang berbunyi:
“janganlah kamu sekalian menulis apa saja dariku selai
Al-Qur’an. Siapa yang telah menulis dariku selain Al-Qur’an, hendaknya dihapus
ceritakan apa yang diterima dariku, itu tidak mengapa. Siapa yang dengan
sengaja berdusta atas namaku, ia niscaya menepati tempat duduknya dari neraca”.
Sedangkan
kelompok kedua:
“tulislah! Demi zat yang dariku berada pada kekuasaannya
tidak ada yang keluar dari padanya kecuali yang benar”.
Adanya dua
kelompok hadis diatas, mengundang perhatian para ulama untuk menemukan
penyelesaiannya dan akhirnya mereka men-taufi’q-kan keduanya sehingga keduanya
tetap digunakan.
Menurut
An-Nabawi dan As-Suyuti, bahwa larangan tersebu t dimaksudkan bagi yang kuat
hafalannya, sehingga tidak ada kekhawatiran terjadinya lupa. Akan tetapi bagi
orang yang khawatir lupa atau kurang ingatannya, dibolehkan mencatatnya.
Menurut Ibnu Hajar All-Asqalani, larangan Rosul SAW menulis hadis adalah ketika
Al-Qur’an diturunkan, ini karena ada kekhawatiran tercampurnya antara ayat
Al-Qur’an dengan hadis. Kemudian larangan itu juga dimaksudkan agar penulis
Al-Qur’an dan hadis tidak ditulis dalam suatu shuhuf.[3]
B.
HADIS PADA MASA TABI’IN
1.
sikap dan perhatian para tabi’in terhadap
hadis
Sebagaimana para sahabat. Para
tabi’in juga cukup berhati-hati dalam periwayatan hadis. Hanya saja beban
mereka tidak terlalu berat jika dibanding dengan yang dihadapi para sahabat.
Pada masa ini Al-Qur’an sudah dikumpulkan dalam mushaf. Selain itu pada masa
khulafa’ar-rasyidin para sahabat ahli hadis telah menyebar kebeberapa wilayah
kekuasaan Islam. Maka dari itu penyebaran pada masa tabi’in disebut (intisyar
Al-Riwayah Ila Al-Amshar)
2.
pusat-pusat pembinaan hadis
Tercatat
beberapa kota
sebagai tempat pembinaan dalam periwayatan hadis, sebagai tempat tujuan para
tabi’in dalam mencari hadis. Kota-kota tersebut yaitu:
a.
Madinah oleh Rosul SAW
b.
Makkah oleh
-
Mu’adz Ibn Jabal
-
Haris Ibn Hisyam
-
Dan ‘Utbah Ibn Alharis
-
‘Atab Ibn Asid
-
Utsman ibn thalbah
c.
Kuffah oleh
-
Ali Ibn Abi Tholib
-
Sa’ad Ibn Waqas
-
dan Abdilah Ibn Mas’ud
d.
Basrah oleh
-
Anas Ibn Malik
-
Abdl Ibn Abbas
e.
Syam oleh
-
Abu Ubaidah Al-Jarrah
-
Billal Ibn Rabah
f.
Mesir oleh
-
Amr Ibn Al-‘Ash
-
Uabah Binamr
g.
Maghiribi dan andalus oleh
-
Salamah Ibn Al-Akwa
-
Walid Ibn Uqbah Ibn Abu Muid
h.
Yaman oleh
-
Muadz Ibn Jabal
-
Abu Musa Al-Asy’ary
3.
perpecahan politik dan pemalsuan hadis
Peristiwa yang menghawatirkan dalam sejarah perjalanan hadis
ialah terjadinya pemalsuan hadis yang salah satu penyebaran ialah terjadinya
perpecahan politik dalam pemerintahan
0 komentar:
Posting Komentar